Alpha News – Bank Indonesia (BI) menilai bahwa siapa pun yang terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) tidak akan terlalu berdampak pada pasar keuangan, termasuk nilai tukar Rupiah. BI lebih memantau kebijakan Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed).
Kepala Grup Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas (DPMA) BI, Ramdan Denny Prakoso, menyebutkan bahwa potensi kemenangan Donald Trump setelah mundurnya Presiden AS Joe Biden memang besar. Namun, kondisi ini berbeda dengan saat Trump memenangkan Pilpres AS pada tahun 2016.
“Waktu menang dengan Hillary berbeda. Saat itu indeks dolar naik signifikan dari 97 ke 102. Kalau ini berpotensi uang negara melemah. Tapi apakah Trump menang nanti akan buat indeks dolar seperti kemarin. Ini sebagian orang tidak yakin cerita kemarin bisa terulang,” katanya, di Kambaniru Hotel, Sumba, NTT, Senin (22/7/2024).
Ia menambahkan bahwa saat Trump memenangkan Pilpres pada tahun 2016, hasilnya mengejutkan banyak pihak karena prediksi awal menunjukkan Trump akan kalah. Namun, kali ini, banyak yang sudah memperkirakan Trump akan menang.
“Ini beda dengan sekarang. Kemarin sampai terakhir Trump diyakini kalah, tetapi tiba-tiba hasilnya menang sehingga mengagetkan dunia persilatan termasuk pasar keuangan. Jadi ini tidak akan berulang, karena semua sudah bisa memperkirakan Trump akan menang,” ujarnya.
Karena itu, menurut Ramdan, kebijakan The Fed akan memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pasar keuangan dibandingkan dengan terpilihnya Trump sebagai Presiden AS.
“Saya meyakini itu. 2016 berbeda dengan sekarang. Dulu tidak diprediksi menang tapi menang. Kalau sekarang diprediksi menang, dan ada kemunduran diri Biden tadi malam,” jelasnya.
“Jadi dampak pasar keuangan akan lebih banyak ditentukan kebijakan The Fed ketimbang terpilihnya Trump,” tambahnya.