Alpha News – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menyelidiki kemungkinan kematian seorang anak bernama Afif Mualana (AM) yang ditemukan meninggal di bawah Jembatan Kuranji Kota Padang pada 9 Juni 2024, dengan dugaan bahwa Afif mungkin telah disiksa oleh anggota polisi yang sedang berpatroli.
“Dari investigasi yang kami lakukan, kami menduga bahwa Afif meninggal akibat tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota polisi,” kata Direktur LBH Padang, Indira Suryani, dalam pernyataannya pada Kamis, 20 Juni 2024.
Indira menjelaskan bahwa LBH Padang melakukan investigasi dengan memeriksa saksi kunci, termasuk teman korban.
Teman korban terakhir melihat Afif di Jembatan Kuranji pada 9 Juni 2024. “Teman korban berinisial A mengatakan bahwa pada malam kejadian, dia dan Afif berada bersama di Jembatan Aliran Batang Kuranji,” katanya.
Indira menjelaskan bahwa pada saat yang bersamaan, Afif dan A yang sedang mengendarai motor, dihampiri oleh polisi yang sedang melakukan patroli. Menurut investigasi kami, ini adalah kejadian terakhir sebelum Afif ditemukan meninggal.
“Tiba-tiba kendaraan korban ditendang oleh polisi dan Afif terlempar ke pinggir jalan. Menurut keterangan A kepada LBH Padang, saat itu mereka berjarak sekitar 2 meter,” ucap Indira.
Selanjutnya, kata Indira, A dibawa oleh polisi ke Polsek Kuranji. A melaporkan bahwa dia melihat Afif dikerumuni oleh polisi, tetapi kemudian mereka terpisah. “Saat ditangkap oleh polisi, A melihat bahwa Afif sempat berdiri dikepung oleh anggota kepolisian yang membawa rotan,” ucapnya.
Kemudian, sekitar pukul 11.55 WIB pada 9 Juni 2024, Afif ditemukan meninggal dunia. “Afif ditemukan dengan luka lebam di pinggang, punggung, pergelangan tangan, dan siku. Sementara itu, ada luka memar dan luka yang mengeluarkan darah di pipi kiri dan bagian kepala,” kata Indira.
Kemudian, jenazah korban menjalani autopsi dan keluarga menerima salinan sertifikat kematian Nomor: SK / 34 / VI / 2024 / Rumkit dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumbar.
“Keluarga korban diberitahu oleh polisi bahwa AM meninggal karena patah 6 tulang rusuk dan robek paru-paru,” ucapnya.
Sebagai respons atas peristiwa tersebut, ayah korban AM membuat laporan ke Polresta Padang dengan Nomor LP/B/409/VI/2024/SPKT/POLRESTA PADANG/POLDA SUMATERA BARAT. Selain A dan AM, LBH Padang menemukan tujuh korban lainnya, lima di antaranya masih di bawah umur, yang mengalami penyiksaan oleh pihak kepolisian.
“Kami menemukan tujuh korban lainnya, termasuk lima anak-anak dan dua orang dewasa, dan kami telah mengadakan pertemuan dengan mereka,” ujar Indira.
Indira menjelaskan bahwa semua korban mengakui telah mengalami penyiksaan oleh polisi dan saat ini sedang menjalani pengobatan mandiri.
“Mereka mengaku mengalami penyiksaan seperti disentrum, disulur rokok di perut, memar di kepala, dan ada yang mengalami luka bolong di pinggang,” kata Indira. Bahkan, ada korban yang mengungkapkan bahwa mereka dipaksa untuk berciuman dengan sesama jenis.
“Selain kasus penyiksaan, kami juga menemukan kasus kekerasan seksual. Kami sangat terkejut mendengar kesaksian korban, yang mencakup tidak hanya kekerasan fisik tetapi juga kekerasan seksual,” ungkapnya.
“Ketika kami bertemu dengan korban dan keluarganya, mereka sangat ketakutan dengan situasi ini,” lanjutnya.
Dia menegaskan perlunya polisi mengusut tuntas kasus ini tanpa ada yang ditutup-tutupi.
“Kami mendesak Polda Sumatera Barat untuk menindak semua anggotanya yang terlibat dalam penyiksaan terhadap anak-anak dan dewasa dalam insiden tragis di Jembatan Kuranji Kota Padang, menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan KUHP untuk kasus orang dewasa,” tandasnya.