Di kampus terpencil di daerah pegunungan yang dikelilingi oleh hutan belantara, terdapat sebuah bangunan tua yang dikenal sebagai Bangsal Keadilan. Bangunan itu dulunya adalah pengadilan pada abad ke-19, tetapi sekarang telah ditinggalkan dan terabaikan. Para mahasiswa sekitar menyebutnya sebagai “Kampus Horor“.
Cerita beredar di kalangan mahasiswa di kampus bahwa pada malam hari, terdengar suara langkah kaki menggema di lorong-lorong berhantu dan angin malam yang menyusup melalui jendela-jendela berdebu. Mereka yang berani memasuki Bangsal Keadilan pada tengah malam akan mendengar suara-suara aneh, seakan-akan teriakan yang menyayat hati dari masa lalu yang gelap.
Pada suatu malam, seorang mahasiswa pindahan, Ryan, memutuskan untuk mengambil tantangan. Dia tidak percaya pada cerita-cerita horor dan ingin membuktikan kepada teman-temannya bahwa semua itu hanyalah omong kosong. Dengan hati yang penuh keyakinan, dia menyelinap masuk melalui jendela yang sudah retak di salah satu ruang sidang.
Segera setelah masuk, Ryan merasakan udara menjadi lebih dingin dan atmosfir semakin tegang. Dia melangkah perlahan-lahan di sepanjang lorong yang gelap, hanya diselimuti cahaya remang-remang bulan melalui jendela-jendela yang tergores. Suara langkah kakinya terdengar sangat keras, seolah-olah ada yang mengikuti setiap langkahnya dari bayang-bayang.
Ketegangan pun muncul
Saat dia mencapai ruang sidang utama di kampus, suasana mencekam semakin nyata. Cahaya bulan menyorot ke tengah ruangan, memantulkan bayangan-bayangan yang aneh di dinding batu tua. Di tengah ruang, Ryan melihat sebuah meja kayu besar yang dikelilingi oleh kursi-kursi yang sudah berdebu.
Tiba-tiba, ruangan menjadi gelap gulita. Lampu bulan yang memancar masuk tiba-tiba padam, meninggalkan Ryan dalam kegelapan total. Hanya ada suara-suara aneh yang menggema di seluruh ruangan, seperti bisikan-bisikan yang tidak dapat dimengerti. Ryan berusaha menemukan jalan keluar, tetapi dia terjebak dalam ruang yang mencekam.
Ketika dia berputar untuk mencari jalan keluar, dia melihat sesuatu yang membuatnya terdiam. Di ujung ruangan, di bawah cahaya redup bulan yang kembali bersinar, dia melihat bayangan seorang hakim berpakaian era kolonial, duduk di kursi pengadilan dengan serius. Wajahnya tidak terlihat jelas, tetapi matanya berbinar dengan keputusan yang tak tergoyahkan.
Ryan berusaha menarik napas dalam-dalam, mengetahui bahwa dia tidak sendirian. Sebuah kehadiran gaib begitu kuat mengisi ruangan itu, membuat bulu kuduknya merinding. Dia merasa seolah-olah telah menginjakkan kaki di dunia lain yang terlarang, di mana roh-roh penasaran dengan keadilan yang tidak pernah diberikan masih berkeliaran.
Tanpa ragu, Ryan melompat keluar dari jendela yang sudah retak, lari secepat mungkin menjauh dari Bangsal Keadilan. Dia tidak pernah lagi berbicara tentang apa yang dilihatnya di sana, tetapi dari malam itu, dia yakin bahwa Bangsal Keadilan benar-benar adalah tempat yang tidak boleh dimasuki oleh siapa pun pada malam hari.
Sejak kejadian itu, kampus itu menjadi lebih sunyi di malam hari. Cerita tentang Bangsal Keadilan tetap hidup, mengingatkan semua orang bahwa di balik tembok-tembok tua dan lorong-lorong yang gelap, terdapat misteri yang tidak dapat dijelaskan dan kebenaran yang lebih dalam dari sekadar legenda kampus.