Di sebuah desa terpencil yang dikelilingi oleh hutan belantara, hiduplah seorang lelaki tua bernama Ki Joko. Ki Joko adalah seorang yang terkenal akan ilmu kebatinan dan keilmuannya yang tinggi. Namun, di balik pengetahuannya yang luas, tersimpan sebuah rahasia kelam yang hanya diketahui sedikit orang.
Suatu malam, ketika hujan deras mengguyur desa itu, seorang pemuda bernama Agus datang mencari Ki Joko. Agus adalah seorang yang putus asa karena hidupnya yang miskin dan penuh kesulitan. Dia mendengar kabar bahwa Ki Joko memiliki ilmu pesugihan yang mampu mengubah nasib seseorang dalam sekejap.
Dengan langkah gemetar, Agus memasuki rumah Ki Joko yang terletak di pinggiran desa, di tengah kegelapan malam yang hanya diterangi oleh kilatan petir. Ki Joko menyambut Agus dengan senyum misteriusnya yang membuat bulu kuduk Agus merinding.
“Kau datang mencari pesugihan, bukan?” tanya Ki Joko dengan suara seraknya yang menggetarkan hati.
Agus mengangguk ragu, namun niatnya sudah bulat untuk mencoba apa pun demi mengubah nasibnya yang selama ini tidak pernah bersahabat.
Ki Joko lalu memandu Agus ke dalam sebuah ruangan tersembunyi di balik rumahnya. Ruangan itu dihiasi oleh patung-patung aneh, lilin-lilin berwarna merah, dan bau harum yang tidak lazim. Di tengah ruangan terdapat sebuah meja kecil dengan selembar kain putih yang menggantung di atasnya.
“Duduklah,” ucap Ki Joko sambil menunjuk kursi kayu di dekat meja. “Namun, ingatlah bahwa setiap pesugihan memiliki harga dan konsekuensi yang harus kau bayar.”
Agus mengangguk, meskipun hatinya mulai terasa berat karena aura mistis yang terasa begitu kuat di dalam ruangan itu.
Ki Joko kemudian mengajarkan ritual pesugihan kepada Agus. Ritual itu melibatkan persembahan darah dan doa-doa kuno yang Agus sendiri tidak pernah mendengarnya sebelumnya. Namun, nafsu untuk mengubah nasibnya membuat Agus rela melakukan apa pun.
Setelah selesai melakukan ritual tersebut, Ki Joko memberikan sebuah peringatan keras kepada Agus, “Jangan pernah mengkhianati kesepakatan ini, atau akibatnya akan sangat mengerikan.”
Agus menyanggupi dengan gemetar, dan Ki Joko mengantar dia keluar dari ruangan itu sambil tersenyum penuh arti.
Beberapa bulan berlalu, nasib Agus memang berubah. Dia menjadi kaya mendadak, memiliki segalanya yang pernah diimpikannya. Namun, kekayaan itu datang dengan harga yang sangat mahal.
Tiba-tiba, orang-orang di desa mulai menghilang secara misterius. Setiap malam, terdengar suara-suara aneh dan ketukan pintu yang tak berwujud. Desa yang dulu ramai menjadi sunyi dan angker, seperti diliputi oleh aura kegelapan yang mengancam.
Agus sendiri mulai merasa tertekan. Dia mendengar bisikan-bisikan tak kasat mata dan melihat bayangan-bayangan hitam yang mengintainya di kegelapan. Kekhawatirannya semakin menjadi-jadi saat setiap malam, dia bermimpi buruk yang melibatkan roh-roh jelmaan yang menuntut sesuatu darinya.
Malam yang penuh teror berlalu, dan Agus tidak lagi mampu bertahan. Dia mendatangi Ki Joko lagi dengan mata berkaca-kaca, memohon untuk mengakhiri kutukan yang menghantuinya.
Namun, Ki Joko hanya tertawa kecil dengan tatapan penuh penyesalan. “Kau telah memilih jalan yang salah, Agus. Pesugihan tidak pernah memberi kebahagiaan sejati. Sekarang, kau harus menanggung konsekuensinya.”
Tanpa ampun, roh-roh jelmaan yang dulu dikirim oleh Agus untuk meminta kekayaan sekarang menuntut balas. Agus pun hilang begitu saja dari desa, meninggalkan cerita misterius tentang pesugihan dan harga yang harus dibayar dengan sangat mahal.
Sejak saat itu, rumah Ki Joko tetap angker. Tidak ada yang berani mendekat, dan cerita tentang Agus yang misterius itu tetap menjadi legenda hitam yang menghantui desa itu selamanya.